Shahih Bukhari Vol 1 - Nafkah Tidak boleh menikah lebih dari empat ...
حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ، أَخْبَرَنَا عَبْدَةُ، عَنْ هِشَامٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ،
{وَإِنْ خِفْتُمْ أَنْ لاَ، تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى}. قَالَتِ الْيَتِيمَةُ تَكُونُ عِنْدَ الرَّجُلِ وَهْوَ وَلِيُّهَا، فَيَتَزَوَّجُهَا عَلَى مَالِهَا، وَيُسِيءُ صُحْبَتَهَا، وَلاَ يَعْدِلُ فِي مَالِهَا، فَلْيَتَزَوَّجْ مَا طَابَ لَهُ مِنَ النِّسَاءِ سِوَاهَا مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ.
Telah menceritakan kepada kami Muhammad Telah mengabarkan kepada kami Abdah dari Hisyam dari bapaknya dari Aisyah Terkait dengan firman Allah, "WA IN KHIFTUM ANLAA TUQSIMUU FIL YATAAMA.." Ia berkata; "Maksudnya adalah seorang anak perempuan yatim yang terdapat pada seorang laki-laki, yakni walinya. Kemudian sang wali pun menikahinya lantaran ingin mendapatkan hartanya, namun bergaul dengannya dengan tidak baik, dan tidak pula bersikap adil pada hartanya, maka dari itu hendaklah ia menikahi wanita lain dua, tiga atau empat."